Dalam sejarah sepak bola Indonesia, nama Luciano Leandro mengilhami banyak kenangan indah. Pemain asal Brasil ini tidak hanya meninggalkan jejak prestasi di lapangan hijau, tetapi juga mengikat hatinya dengan kota Makassar dan masyarakatnya.
Karier Legendaris di Indonesia
Di tahun 1990-an dan 2000-an, Luciano Leandro menjadi salah satu pemain asing terbaik di Liga Indonesia. Ia memulai karier di Indonesia dengan tampil di final bersama PSM Makassar pada tahun 1996 dan 1997.
Puncak prestasinya tercapai saat ia meraih gelar juara Liga Indonesia 2001 bersama Persija Jakarta. Tidak heran jika situsweb sepak bola baru-baru ini menempatkannya sebagai salah satu dari lima pemain asing terbaik yang pernah bermain di Indonesia.
Kembali ke Pelukan Makassar
Dua dasawarsa kemudian, Luci kembali ke Makassar, kali ini sebagai pelatih PSM, klub yang membesarkan namanya. Kembalinya ini disebutnya sebagai “panggilan hati”. Bagi Luci, Makassar bukan hanya sebuah kota, tetapi sebuah tempat yang selalu ia sebut sebagai rumah.
Bahkan, putri pertamanya diberi nama Yasmin, terinspirasi dari sebuah hotel di Makassar tempat ia sering menginap dengan istrinya, Denise.
Hotel Makassar: Kenangan yang Abadi
Pulang ke Brasil setelah pensiun dari sepak bola, Luci memutuskan untuk membangun sebuah hotel. Hotel ini bukan sembarang hotel, tetapi sebuah tempat yang ia rancang dengan segala kekhasan Makassar. Uniknya, hotel ini diberi nama “Hotel Makassar”.
Seperti dikutip dari fandom.id, Hotel Makassar menjadi semacam memento bagi Luci, mengingatkannya pada kehidupan menyenangkan saat berkarier di Indonesia. Setiap ruangan di hotel ini menggambarkan nuansa Makassar, mulai dari nama-nama ruangan hingga hidangan khas Makassar yang disajikan di restorannya.
Museum of Innocence ala Luciano Leandro
Seperti dalam novel “The Museum of Innocence” karya Orhan Pamuk, Luci juga memiliki tempat untuk menyimpan kenangan-kenangan masa lalunya. Foto-foto dari masa kejayaannya bersama PSM dan Persija Jakarta dipajang di dalam ruangan-ruangan hotel. Bagi Luci, hotel ini adalah “Museum of Innocence”-nya, tempat untuk mengenang kenangan indah bersama sepak bola Indonesia.
Kisah Luciano Leandro mengajarkan kita bahwa sepak bola bukan hanya soal pertandingan di lapangan. Bagi Luci, Indonesia, khususnya Makassar, adalah rumah kedua yang selalu membawanya pada kenangan indah. Semoga kisah Luci ini menginspirasi kita semua untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia dan menjadi pengingat bahwa sepak bola bisa mengikat hati, lintas batas negara dan budaya***