Oleh : Marwan Azis*
Dalam liputan terorisme, banyak jurnalis tergelincir menjadi corong salah satu pihak. Ada juga yang terjebak sensasi.
Berdasarkan riset sederhana yang dilakukan Tim AJI Jakarta atas beberapa berita yang dibuat wartawan berbagai media di Indonesia dalam 10 tahun terakhir, terdapat sejumlah kesalahan elementer yang terjadi dihampir semua rantai proses jurnalistik. Ada yg terjadi ketika wartawan turun ke lapangan mengumpulkan data dan melakukan wawancara, ada juga muncul pada saat semua informasi itu dikemas menjadi artikel atau paket liputan dan disiarkan di media massa. Kesalahan pernah terjadi hampir semua lini kerja jurnalistik.
Ada banyak motif dibalik kesiilapan-kesilapan itu. Sebagian terjadi murni sebagai kelalaian. Namun juga ada yg didorong nafsu untuk menghasilkan liputan terbaik, tercepat maupun terbaru. Terkadang, karena ada dorongan untuk menghasilkan liputan ekslusif yg dipuput oleh manajemen keredaksi yang menanamkan jurnalisme balas dendam dgn media-2 pesaing di lapangan, membuat jurnalis gelap mata dan mengabaikan etika jurnalistik.
Berikut ini sebagian dosa yang kerap dilakukan jurnalis dalam peliputan terorisme yang diulas di buku Panduan Jurnalis Meliput Terorisme 🙂
1) Mengandalkan satu narasumber resmi
2) Lalai melakukan Verifikasi
3) Malas mengali informasi di lapangan
4) Lalai memahami konteks
5) Terlalu mendramatisasi peristiwa
6) Tidak berempati pada narasumber
7) Menonjolkan kekerasan
8) Tidak memperhatikan keamanan dan keselamatan diri
9) Menyiarkan berita bohong.
Ulasan dan contoh kesalahan praktek liputan terorisme, bisa dibaca dalam buku Panduan Jurnalis Meliput Terorisme yang diterbitkan AJI Jakarta.
*Penulis adalah Founder Mediamakassar.com