Kolaborasi ini ditandai dengan acara penandatanganan yang berlangsung khidmat oleh kedua belah pihak dengan menerapkan protokol kesehatan dalam masa Pandemi COVID-19 di saat ibu kota Indonesia sedang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai peraturan umum.
YALN adalah sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan tokoh-tokoh terkenal seperti Andi Alifian Mallarangeng dan ahli filologi Prof Dr Nurhayati Rahman serta Nirwan Ahmad Arsuka, Faisal Oddang, Andi Rahmat Munawar, Sharma Hadeyang, Muhammad Taufik Arif dan Muhammad Devy Bijak.
Visi yang diusung yayasan ini adalah membudayakan Lontaraq sebagai harta warisan asli Indonesia. Upaya pertama yang dilakukan berupa digitalisasi aksara Lontaraq ke dalam dunia digital.
“Ini merupakan sebuah usaha yang mulia karena dengan itu kita bisa melestarikan warisan budaya kita yang berupa aksara-aksara daerah. Kebetulan di Sulawesi, kami juga punya aksara Lontaraq, dan itu juga merupakan sebuah warisan budaya yang penting untuk kita lestarikan dalam bentuk ditransformasikan ke dalam dunia digital, maka upaya untuk melakukan digitalisasi aksara-aksara Nusantara ini perlu kita dukung,” kata Andi Alifian Mallarangeng sebagai wakil ketua dewan pembina YALN melalui keterangan persnya yang diterima Mediamakassar.com (8/12/2020).
Senada dengan itu Nirwan Ahmad Arsuka, anggota dewan pembina di yayasan, menyatakan, Legalisasi perjanjian kerjasama ini adalah momen penting membuka portal yang menghubungkan masa kini dengan masa silam Nusantara, khususnya masyarakat pemakai aksara Lontaraq yang terbukti telah mampu menghasilkan khazanah yang luar biasa kaya yang antara lain mengandung epik La Galigo yang adalah wiracarita terpanjang di dunia.
“Portal ini juga menghubungkan masa silam dan masa kini dengan masa depan yang penuh kemungkinan kreatif, dimana masyarakat yang punya akar sejarah, budaya dan literasi yang kuat akan punya peluang yang lebih besar untuk aktif membentuk kenyataan masa depan tersebut,” tambah Nirwan.
Upaya kolaborasi ini patut didukung sepenuhnya, terutama oleh semua anak bangsa yang ingin melestarikan aksara dari daerahnya masing-masing. Cukup banyak aksara daerah di Nusantara seperti aksara Jawa, Bali, dan Sulawesi memiliki aksara Lontaraq, serta di Sumatra masih ada beberapa aksara daerah, belum lagi huruf Jawi dan Arab Pegon sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.
“Kami dengan Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara kemudian juga ingin ikut berpartisipasi melestarikan warisan budaya Bugis-Makassar dengan mendigitalisasikan aksara Lontaraq. Sekarang ini kalau Anda tidak eksis di dunia digital, maka dianggap tidak ada. Jadi, kalau aksara Lontaraq tidak ada di dalam dunia digital, tidak ada website yang menggunakan aksara Lontaraq, maka bagi dunia yang sekarang sudah di mana saja berbentuk digital, maka akan dianggap tidak ada,” kata Alifian Mallarangeng, yang menciptakan salah satu versi dari aksara Lontaraq digital saat kuliah tingkat doktoral di Amerika.
Aksara Lontaraq, termasuk yang tertulis di dalam naskah La Galigo, diperkirakan sudah ditulis pada tahun 900 M pada masa pemerintahan raja Batara Lattu, ketika putra Sawerigading yang bernama I Lagaligo (bahri, bahri, & Riang Tati, A. D. [2019]. Lontarak; Sumber Belajar Sejarah Lokal Sulawesi Selatan. Jurnal Pendidikan Sejarah, 8(1), 50-66).
“Digitalisasi aksara Lontaraq yang diupayakan merupakan satu hal yang dicita-citakan sejak dulu. Aksara Lontaran dapat dengan mudah dimanfaatkan di perangkat elektronik yang digunakan sehari-hari. Saya berharap aksara ini bisa tetap lestari dan dapat tetap membawa bentuk aslinya, di perkembangan dunia global” kata Ketua dewan pembina YALN Prof. Nurhayati Rahman.
Sementara itu, PANDI yang merupakan pengelola nama domain Internet Indonesia (.id) yang ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia dengan Keputusan No. 806 Tahun 2014. Ketua PANDI Yudho Giri Sucahyo menyatakan, penandatanganan kesepakatan kali ini merupakan kelanjutan dari program bertajuk Merajut Nusantara Melalui Digitalisasi Aksara.
“Kegiatan ini diharapkan bisa memperkenalkan kembali dan melestarikan bagian dari budaya asli Indonesia, kami sangat senang untuk bisa bekerjasama dengan Yayasan Lontaraq Aksara Nusantara dalam rangka melanjutkan pelestarian aksara daerah,” kata Yudho.
YALN dan PANDI sepakat bekerja sama saling mendukung untuk memasuki cyberspace di dunia maya di tengah globalisasi. Akan menarik dinantikan seperti apa bentuk kongkrit dari kolaborasi antara kedua lembaga ini.
“Kami akan berfokus pada bidang kebudayaan dan literasi dengan mengembangkan, menemukan, dan mengenali kembali budaya-budaya lokal kita, terutama di Sulawesi Selatan khususnya budaya Lontaraq, agar hidup kembali di tengah masyarakat. Praktik literasinya bisa dihidupkan kembali dan upaya mengembalikan marwah kebudayaan lokal akan menjadi pertahanan diri kita semua sebagai sebuah bangsa,” kata ketua YALN Andi Sitti Aisyah.(Wan)