Oleh : Muh. Ilmi Ikhsan Sabur (Ketua HMI Komisariat Pertanian Cabang Makassar Timur – Mahasiswa Agribisnis UNHAS Angkatan 2016)
MAKASSAR, MEDIAMAKASSAR.COM – Nabila Syadza. Sosok perempuan yang belakangan mewarnai pemberitaan dan jagad media sosial.
Fotonya dipampang di halaman utama media-media nasional. Foto itu menjadi magnet karena menampilkan kesan yang heroik ketika dirinya sedang melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja didepan blokade aparat yang bertugas di jalanan kota Makassar.
Opini publik mengenai Sasa akhirnya mengalami dikotomi. Banyak yang mencela dan tidak sedikit bahkan yang memuji. Mereka yang mencela menganggap bahwa isi orasi dari Sasa sebagai penghinaan terhadap dasar negara Pancasila. Mereka yang memuji menilai bahwa yang disampaikan Sasa adalah kritik representatif dari seluruh masyarakat yang menolak RUU Cipta Kerja. Sasa mewakili seluruh perasaan publik.
Langkah Sasa datang menuju ke jalanan untuk berdemonstrasi membawa gagasan yang mungkin tidak jauh berbeda dari pengunjuk rasa lainnya. Nilai-nilai Pancasila bagi dirinya saat ini telah banyak bergeser menjadi ‘Pancasalah’. Undang-undang dasar ditabrak dengan segala macam kepentingan para elit. Pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR RI merupakan bukti nyata pengkhianatan negara terhadap sila kelima dari Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sasa menunjukan lebih dari sekedar sebuah rasa. Dirinya hadir di kerumunan massa dan menunjukkan ekspresi kecintaan dirinya terhadap Negara. Dari sebuah pengeras suara, Sasa hadir untuk memastikan bahwa semua keadilan dan kesejahteraan mesti terdisitribusi secara merata keseluruh masyarakat Indonesia. Kepada buruh, kepada perempuan, kepada rakyat miskin, kepada seluruh warga negara Indonesia.
Sasa yang dikenal oleh banyak orang memang adalah sosok yang lugas. Di kampus FKM UNHAS Kecamatan Tamalanrea kota Makassar tempat dirinya mengambil ilmu dan mengikuti proses pendidikan, Sasa sudah menjadi rule model perempuan aktivis kampus kebanyakan. Sasa menjadi contoh tauladan posisi perempuan dalam perubahan. Kepada junior di kampus maupun senior perempuannya.
Tidak. Bukan tentang perempuan yang pandai merokok atau bergaya snobistik seperti yang ditonjolkan oleh berbagai media mainstream belakangan. Tapi soal kontribusi apa yang diberikan oleh perempuan dalam perubahan sosial dan masyarakat. Tentang bagaimana perempuan memanfaatkan ruang publik dan mengambil posisi untuk merubah keadaan dan situasi.
Feminisme adalah satu sisi dari Sasa. Bagi Sasa, ketidaksetaraan sosial dan ketimpangan gender merupakan sebuah keadaan yang mesti dilawan. Upaya untuk mengubahnya adalah dengan memerangi stereotip gender yang terbangun di dalam masyarakat. Perempuan bagi dirinya memiliki kelas politik dan ekonomi yang setara dengan laki-laki.
Perempuan itu berarti perlawanan. Karakter inilah yang lekat dengan Sasa. Perempuan bukanlah aktor pasif dalam masyarakat. Dia harus menjadi manusia aktif dalam melawan penindasan pemerintah terhadap rakyat kecil. Perempuan hadir untuk memerangi bentuk segala diskriminasi dan ketidakadilan.
Doktrin Insan pengabdi yang diperoleh dirinya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan satu fase pengalaman kehidupan Sasa yang dipraktekan secara nyata. Di organisasi kemahasiswaan HMI , saat ini Sasa tercatat sebagai pengurus HMI komisariat kesmas UNHAS di bagian Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan (PTKP). Memberikan pelatihan kepada kader, membuat grand desain organisasi, visi misi, orasi, dan debat adalah pekerjaan utama Sasa sebagai mahasiswa.
Posisi seperti inilah yang memungkinkan Sasa untuk bergaul dengan segala Ideologi dan pikiran di kehidupan kampus. Dia bergaul dengan pemikiran islam progresif Hasan Hanafi, dia menghayati pikiran sosialisme dari Karl Marx, Sasa membahas gagasan kritik negara dari Hegel. Pergaulan yang luas dengan segala lintas pikiran membuat Sasa menjadi orang plural secara pikiran.
Disisi yang lain, Sasa dapat menyesuaikan dirinya segala lingkungan sosial di mana di berada. Dia bergaul dengan berbagai komunitas organisasi. Turun terlibat di dalam kegiatan advokasi-advokasi masyarakat. Melakukan pemberdayaan masyarakat dengan membuat kegiatan sosialisasi kesehatan sebagai dasar keilmuannya dari satu kampung ke kampung lainnya.
Padahal jika dipikir, dengan privilege yang dia miliki sebagai anak muda dan perempuan, dia bisa saja melakukan hal/hal yang perempuan kebanyakan gemari. Semisal nongkrong cantik di Caffe, belanja di Mall, rebahan di depan TV atau menonton drama korea selama pandemik covid-19. Sasa paham benar bagaimana perjuangan semestinya sebagai perempuan.
Waktu menjalani sebagai mahasiwa senantiasa dimanfaatkan untuk mengembangkan nalar kritisnya sebagai manusia merdeka. Saban hari dirinya terus mengasah kemampuan dan ketrampilan dalam memahami hidup. Hidup yang tidak penuh dan tipu-tipu dan sandiwara.
Kita telah meyaksikan sendiri. Jalan yang dia pilih adalah jalan yang sangat jarang dilakoni oleh banyak perempuan. Jalan sepi yang membutuhkan nafas panjang perjuangan. Tidak hanya sebagai perempuan melainkan juga sebagai seorang manusia. Selamat berjuang Sasa. *Ndi