Areal sawah yang mengalami kekeringan di Gowa. (foto:antara) |
MAKASSAR, CELEBES.CO. Musim kemarau telah memberi dampak kekeringan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, terutama di kawasan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa-Gowa dan Takalar). Selain wilayah pertanian yang kerontang, penduduk mulai sulit mendapatkan air bersih.
Informasi yang diterima dari Desa Parigi, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, banyak areal sawah mengalami kekeringan. Hal ini menjadi ancaman bagi sekitar 400 kepala keluarga kehilangan mata pencarian dan pangan yang bersumber dari hasil pertanian.
Petani di Parigi maupun di seputaran Sungai Jeneberang, kesulitan memperoleh air karena berkurangnya debit volume air di Sungai Jeneberang. Volume air sungai berkurang itu membuat air tinggal mengalir ke sabo dam-sabo dam yang ada di Sungai Jeneberang. Sabo Dam (dam penampungan) ini dibuat untuk mengendalikan sedimentasi di Bendungan Bilibili.
Di Kota Makassar, penduduk yang mermukin di wilayah timur dan utara kota ini sudah mulai meraskan dampak kekeringan karena air bersih dari PDAM Makassar sudah berkurang. Kesediaan air baku PDAM Makassar yang bersumber di Lekopancing, Kabupaten Maros, terus berkurang. Demikian juga dengan sumber air selain dari PDAM yakni sumur-sumur warga juga mulai kritis.
Sementara dari Maros diperoleh informasi beberapa desa di Kecamatan Bantimurung sudah mengalami kekeringan. Wilayah persawahan sudah mulai gersang sehingga harus menunda penanaman dari para petani. Sudah tidak ada lagi sumber air alternatif, sehingga para petani tinggal tergantung pada aliran air dari sungai di Bantimurung yang juga sudah berkurang.
Mamminasata sudah dilanda kekeringan karena kawasan ini memang lebih dahulu mengalami musim kemarau. Ketika sejumlah wilayah di Sulsel masih mengalami musim hujan, sekitar Juli kawasan Mamminasata sudah mulai dilanda kemarau, meski baru memuncak pada dua bulan terakhir.*