Ilustrasi |
JAKARTA, CELEBES.CO- RENCANA menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk mengurangi beban subsidi menjadi polemik.
Pemerintahan sekarang di bawah kendali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di ujung kekuasaan enggan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Sementara pemerintahan baru yang bakal dikomandani Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) menghendaki agar harga BBM segera dinaikkan.
Problemnya, seperti menghadapi buah simalakama bagi SBY dan Jokowi. SBY tidak mau dipaksa untuk menaikkan harga BBM karena terkait dengan citra pemerintahannya di akhir jabatan. Sementara Jokowi dan JK menghendaki agar harga BBM segera dinaikkan, agar tidak terlalu memberikan beban berakumulasi di awal pemerintahan dan ke depan.
Sementara sebagian masyarakat Indonesia menolak kenaikan harga BBM, karena akan membebani masyarakat, terutama masyarakat kecil. Jika harga BBM dinaikkan, akan berdampak luas pada kenaikan harga-harga barang.
Menanggapi masalah ini, pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi dapat membuat neraca perdagangan surplus, jika dilakukan pada waktu dan dengan besaran yang tepat. Menurut ahli ekonomi yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, seperti diberitakan Tempo.co, justru tepat dilakukan pada September ini.
Menurut Faisal, harga BBM bersubsidi cukup dinaikan Rp 1.500 per liter, namun pada kondisi paling ideal besraan kenaikan Rp 1.800 per liter. Waktu yang paling tepat adalah September ini.
Menurut Faisal, jika kenaikan ideal itu dipenuhi, maka pemerintah bisa menghemat anggaran hingga Rp 55 trilun.
Faisal juga memberi alternatif lain yakni bisa mewujudkan kenaikan harga BBM pada Februari 2015. Namun harus memenuhi angka kenaikan Rp 3.000 per liter.
Namun, Faisal mengingatkan pemerintah tidak boleh menaikkan harga BBM pada bulan Januari, Juli, dan Oktober karena bulan-bulan tersebut inflasi sedang meninggi.
Sementara Jokowi dan JK bertekad mengurangi subsisi BBM dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi. Dengan cara itu, mengalihkan subsidi ke pembiayaan di sektor yang benar-benar dinikmati langsung oleh masyarakat, terutama masyarakat kecil, misalnya membangun infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, pendapatan petani dan nelayan.
Selama ini menurut Jokowi dan JK, sebagian besar subsidi BBM dinikmati masyarakat yang punya pendapatan layak, yang punya mobil pribadi.