DI EROPA, upaya daur ulang sampah sudah sampai pada pemanfaatan sampah makanan (sisa makanan) di supermarket yang dibuang.
Biasanya aneka limbah makanan diolah menjadi pupuk organik untuk tumbuhan, lain hanya di Leeds, Inggris. Di sini ada inovasi sisa makanan supermarket diolah kembali menjadi kuliner yang digemari banyak orang.
Sebuah kafe menghidangkan aneka kuliner dari makanan kadaluarsa dengan harga sesuka hati. Pengelola kafe tak menentukan harga. Pengunjung membayar makanan yang dimakan secara sukarela alias sesuka hati. Para koki di kafe ini juga adalah para sukarelawan.
Adalah Kafe ‘Pay As You Feel’ atau (Bayar Sesuka Hati) terletak di wilayah Armley di Leeds, Inggris. Menu kafe berubah setiap hari, dan kualitas hidangannya secara mengejutkan patut diacungi jempol – terutama kalau mempertimbangkan bahan-bahan yang digunakan. Meski berbahan ‘samah’ tetapi kualitas makanan cukup mendapat pujian.
“Sejak Januari 2014 kami sudah menyelamatkan sepuluh ton makanan yang tadinya mau dibuang,” ujar Ed Colbert, salah satu direktur The Real Junk Food Project yang mengelola kafe, seperti diberitakan DW Indonesia.
Menurut Colbert, proyek ini bertujuan mengurangi sampah makanan. Di Inggris, 15 juta ton makanan dibuang setiap tahun. Sepertiga suplai makanan global berakhir di tempat sampah. Ini termasuk peternakan, supermarket dan rumah tangga.
Sebagian besar bahan makanan diambil dari supermarket atau gudang pengemasan yang memberitahu staf kafe kalau ada makanan yang mau dibuang. Ada juga orang-orang yang hendak bepergian dan datang membawa makanan yang kemungkinan besar basi selama ditinggal berlibur.
“Musisi ternama yang konser di Leeds suka menggelar pesta dan makanannya berlebih,” kata Colbert.
Meski dibayar sesuka hati, bukan berarti makanan yang disiapkan bermenu murahan. Kafe ini pernah menyiapkan dan menghidangkan makanan mahal seperti kaviar, yang umumnya tidak akan mampu dibayar oleh konsumen biasa. Namun, sesuai nama kafe, kuliner mahal ini juga dibayar sesuai kemampuan. Ada juga yang membayar dengan imbalan seperti membersihkan jendela atau menyediakan boks-boks bunga.
Lebih jauh Colbert menjelaskan salah satu penyebab berlimpahnya sampah makanan adalah label yang membingungkan. Konsumen memandang tanggal kadaluarsa dari segi kesehatan, dan bukan segi pemasaran, dan akhirnya membuang makanan. Apel, misalnya, masih akan terasa enak hingga tanggal tertentu, meski rasanya sedikit berkurang, tetapi masih bisa disantap hingga berminggu-minggu kemudian.
Para pengunjung kafe Pay As You Like mengaku tidak keberatan dengan fakta bahwa makanan mereka seharusnya menjadi sampah.
“Menakjubkan, saya suka – setiap hari saya mendapat sesuatu yang berbeda,” tutur Catherine Kidson, seorang pengunjung kafe.