Penulis : Marwan Azis |
“Konspirasi besar yang bertujuan menghancurkan partai ini. Dan menurut saya, peristiwa besar ini Insya Allah akan jadi hentakan sejarah yang bangunkan macan tidur PKS,” Itulah petikan pidato pertama Anis Matta, politisi asal Bone, Sulawesi Selatan ini setelah didaulat menjadi Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Anis Matta menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang mengundurkan diri pasca penetapan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap impor daging sapi.
Sebelumnya perlu saya jelaskan, sampai saat ini saya bukan member Partai Keadilan Sejahtera (PKS) begitupun juga dengan partai lainnya, dengan kata lain masih non partisan. Saya masih terikat dengan etika sebagai member Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) yang tidak membolehkan anggotanya menjadi anggota salah satu partai politik.
Namun saya termasuk salah satu pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terutama ketika kasus Cicak vs Buaya. Tapi kali ini, saya agak meragukan gerak KPK dalam proses penanganan kasus suap impor sapi yang menyeret Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang tak lain adalah Presiden PKS .
KPK terkesan tergesa-gesa dalam penetapan LHI sebagai tersangka suap impor daging sapi yang disusul dengan penahanan pada hari Rabu malam (31/1) Kantor DPP PKS, TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Sebelum ditahan, Luthfi dengan bijak sempat berpesan kepada seluruh jajaran kader PKS agar hendaknya menahan diri dan selalu berdoa serta menyerahkan segala kepada Allah.
Luthfi juga mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pemberantasan korupsi. “Kita berharap pemberantasan korupsi di Indonesia terus berjalan dengan baik sesuai dengan aturan undang-undang yang sudah ada,”ujarnya.
Meski merasa terkejut dengan berita dan pernyataan KPK tentang nama LHI sebagai salah satu yang diindikasikan terlibat kasus penyuapan. Luthfi berjanji, sebagai sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu akan taat kepada proses hukum yang ada.
Ia juga mengingatkan kader PKS agar terus berjuang agar negeri kita ini bebas dari korupsi. Karena tindakan itu merugikan negara dan menyengsarakan rakyat, dan pemberantasan korupsi itu sudah menjadi komitmen PKS.
Namun tanpa diduga, malam itu juga petugas KPK langsung menjemput Luthfi di Kantor DPP PKS. Penjemputan Luthfi oleh KPK disesalkan Assegaf, kuasa hukum tersangka Luthfi Hasan Ishaaq. Menurut Assegaf, penjemputan tersebut tidak menghargai Luthfi sebagai anggota Komisi I DPR yang juga Presiden PKS.
“Dipanggil saja, dia akan datang. Itu lebih sopan, lebih menghargai harga diri ketua. Tapi ini tidak,” ujar Assegaf di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/1).
Assegaf mengatakan, Luthfi tidak berada di lokasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1) malam di Hotel Le Meridien dan kawasan Cawang, Jakarta Timur. Luthfi juga tidak berada pada posisi akan menerima uang tersebut.
Menurut Assegaf, KPK seharusnya memanggil Luthfi untuk menjalani pemeriksaan. Namun, yang dilakukan KPK adalah langsung menjemput atau menangkap Luthfi di DPP PKS.
Penahanan Luthfi tersebut terus diblow oleh media elektornik dan cetak Indonesia, berbagai kritik dan komentar miring pun menghujani PKS di kolom-kolom komentar berbagai portal berita termasuk di situs jejaring social dalam beberapa hari terakhir ini.
Namun banyak pihak juga yang menilai, ada upaya konspirasi dibalik penahanan Presiden PKS untuk menghancurkan partai terbesar ketiga di Indonesia ini, jelang pemilu 2014. Bahkan ada yang menilai nasib partai-partai Islam sudah selesai, setelah sebelumnya Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga berbasis Islam terutama massa Muhammadiyah, salah satu kadernya (Wanda Hamida) tersandung kasus narkoba.
Pengamat politik Yon Mahmudi misalnya mengaku heran dengan aksi KPK kali ini. “Tak ada angin tak ada hujan kok tiba-tiba petinggi PKS ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena pengakuan sepihak yang tertangkap tangan,” katanya seperti dilansir Antara.
Ia juga mempertanyakan apakah KPK tidak perlu konfirmasi atau konfrontasi untuk membuktikan kesaksian valid atau palsu.“Apakah LHI sudah dipantau sejak lama, mungkin disadap komunikasinya dan diselidiki gerak-geriknya selama ini terkait kasus impor daging?,” kata dosen FIB UI itu.
Coba kita bandingkan penanganan kasus korupsi proyek Hambalang yang juga menyeret Anas Urbanigrum, Ketua Partai Demokrat, tapi sampai saat ini KPK sepertinya tak punya gigi berhadapan dengan Anas, meskipun desakan publik begitu kuat dan alat bukti sudah banyak diungkap.
Proyek Hambalang menggunakan dana APBN dengan total Rp 1,52 triliun. Dugaan korupsi proyek ini muncul setelah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bernyanyi dan menuding adanya permainan anggaran. Nazar menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pernah melakukan pertemuan dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait pengurusan sertifikat tanah Hambalang yang bermasalah.
Nazar juga mengaku pernah melaporkan soal pengurusan sertifikat tanah Hambalang kepada Menpora Andi Mallarangeng. Hal tersebut disampaikan Nazar dalam pertemuan di kantor Menpora pada awal tahun 2010 yang ikut dihadiri Ketua Komisi X DPR RI, Mahyuddin serta Angelina Sondakh.
Nazarudin mengatakan, sekitar Rp 50 miliar dari dana proyek itu mengalir ke Kongres Partai Demokrat tahun 2010. Petinggi Partai Demokrat membantah keras dan juga Anas sudah berkali-kali membantah tuduhan itu. Bahkan Anas siap digantung di Monas jika terbukti mengkorupsi duit pembangunan Hambalang. Dalam kasus Hambalang, KPK telah memeriksa lebih dari 60 orang.
Sebenarnya ada perkembangan menarik kasus Hambang, setelah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang tapi sampai saat ini belum ditahan.
Adik kandung Andi Malaranggeng bernama Zulkarnaen Mallaranggeng yang biasa dipanggil Choel juga ikut terseret dalam kasus Hambalang, bahkan Choel telah mengaku menerima uang dari Kepala Biro Perencanaan, Keuangan, dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar senilai Rp2 miliar masih bebas. Namun hingga kini duo Malaranggeng meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, KPK tak menindak lanjuti dengan upaya penahanan.
Kembali ke kasus dugaan suap impor sapi. Penjelasan Johan Budi juru bicara KPK menyatakan bahwa LHI sebagai tersangka korupsi impor daging sapi. Johan Budi menyatakan ada 2 alat bukti yang cukup. Ini bermula dari tertangkap tangannya AF (mengaku orang dekat LHI) bersama seorang supir dan seorang mahasiswi membawa uang tunai 1 M di hotel La Meredien. Uang tersebut dinyatakan AF akan diantar ke LHI.
KPK pun akhirnya menetapkan LHI sebagai tersangka disusul penahanan. Padahal LHI tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) saat uang itu ditemukan, penahanan LHI tak didahului dengan pemeriksaan inttensif,dsb. Logika hukum saya berkata, sepertinya ada yang tidak beres nih. Penjelasan Johan Budi yang dilansir oleh banyak media nasional menurut saya tak cukup kuat untuk memvonis LHI bersalah. Bagaimana mungkin LHI yang tidak ada di TKP tapi KPK hanya perlu waktu semalam langsung menetapkan LHI sebagai tersangka, lalu disusul dengan upaya penahanan.
Semalam juga sempat terlibat ngewet beberapa kawan, termasuk @febridiansyah dari ICW yang menyoal masalah penetapan LHI sebagai tersangka yg segera ditindak lanjuti dengan penahanan. Berikut beberapa petikan tweet semalam.
@LisraSukur @fgaban @febridiansyah @r1zal_muhammadpertanyaan ttg knp yg ini ditahan smntr Andi M tdk ditahan
Makassarkini.com @MakassarKini Kelihatan ada skenario politik @LisraSukur @fgaban @febridiansyah @r1zal_muhammadpertanyaan ttg knp yg ini ditahan smntr Andi M tdk ditahan
Muhammad Rizal R @r1zal_muhammad @MakassarKini @LisraSukur @fgaban @febridiansyahskenario politiknya ada di “masyarakat” yg melapor ke KPK itu.
Farid Gaban @fgaban @MakassarKiniApakah Anas begitu menakutkan buat KPK? @LisraSukur@febridiansyah @r1zal_muhammad
Tweet lainnya : Ade Ayu S @TrioMacan2000 terbukti dia hny difitnah “@jami_zsf: can, tu ketua partai demokrat yang berbulan2 di usut KPK dengan kasus hambalangnya kok blm TSK.
Muncul sosok perempuan cantik, berinisial M mengingatkan saya akan kasus kriminalisasi yang dialami Antasari Ashar (Mantan Ketua KPK). Apakah ini sebuah konspirasi politik atau bukan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Mari kita sama-sama memantau proses hukum selanjutnya.
Semoga lembaga superbody yang selama ini menjadi tumpuan harapan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, tidak berada dibawah bayang-bayang penguasa atau parpol tertentu.
Saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip lanjutan petikan menarik dari pidato Anis Matta pasca ditunjuk jadi Presiden PKS. “Ikhwan sekalian, saya tidak ingin kita semua di sini memahami bahwa kita semuanya adalah ingin melawan gerakan pemberantasan korupsi, sama sekali tidak. Itu adalah agenda kita semuanya. Itu agenda Islam dan juga nasional. Tapi yang akan kita lawan adalah penggunaan otoritas dalam pemberantasan korupsi yang bersifat tirani.” (Marwan Azis)