Makassar, MK – Sesuai data Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, kerusakan hutan mangrove di Sulawesi Selatan mencapai 70 persen dari luas hutan bakau di daerah ini sekitar 27 ribu hekar. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki hutan bakau yang kerusakannya sangat parah.
Konversi hutan bakau (mangrove) menjadi lahan tambak di Pangkep lima hingga 10 tahun terakhir dinilai berada di ambang kritis. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini akan perlahan-lahan menyebakan punahnya ekosistem pesisir dan tentu akan berdampak pada krisis mata pencaharian masyarakat sekitarnya.
Wilayah pesisir Pangkajene ibukota Kabupaten Pangkep merupakan delta Sungai Pangkajene yang sebelumnya adalah areal hutan mangrove. Namun, saat ini, hutan mangrove yang selain menahan abrasi dari laut Selat Makassar dan rumah bagi biota dan ekosistem pesisir Pangkajene ini nyaris ludes dan berubah menjadi areal tambak ikan yang terhampar luas hingga di bibir pantai.
Untuk itu, JURnaL Celebes bekerjasama dengan Universitas Terbuka (UT) melakukan kegiatan konservasi wilayah persisir Pangkep, dan tahap awal akan menanam sekitar 30 ribu pohon bakau di Kecamatan Pangkajene.
Mengawali rencana kegiatan tersebut, Sabtu (15/9/2012), dilaksanakan sosialisasi penghijauan pesisir di Pangkep yang digelar di SMK 1 Bungoro, Pangkep. Sosialisasi ini menghadirkan berbagai stakeholder di antaranya sejumlah sekolah SD, SMP, dan SLTA Pangkep, Maros dan Makassar, masyarakat dan tokoh masyarakat Desa Tekolabbua, Pangkajene, serta pemerintah Kabupaten Pangkep. Selain ekspose rencana kegiatan, peserta sosialisasi juga diberi input materi tentang pentingnya melestarikan ekosistem pesisir oleh Dr.Ir. H. Andi Tamsil, MS ahli kelautan dan pesisir dari Univeritas Muslim Indonesia.
Tamsil yag juga anggota Komisi Amdal Sulsel ini mengemukakan, mangrove, padang lamun dan terumbu karang merupakan satu kesatuan ekosistem pantai yang tidak bisa dipisahkan. Jika salah satu diantaranya rusak akan juga memberi dampak kerusakan lingkungan pesisir secara keseluruhan. Karenanya Tamsil mengajak peserta sosialisasi untuk bersama-sama membangun kesadaran, karena untuk meminimalisasi dampak pemasan global akibat kerusakan lingkungan, sangat tergantung pada kesadaran masing-masing.
”Kalau ada orang membom ikan, kita jangan jua ikut melakukannya. Bila perlu kita boikot membeli ikan yang ditangkap dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Jadi jangan hanya menyalahkan orang yang membom ikan, karena terdesak kebutuhan hidup dan kadang dimanfaatkan orang-orang dari luar. Ingatlah bahwa kalau ikan habis, kita semua yang rugi. Kita harus mewariskan mata air pada anak cucu kita, bukan air mata,” ungkap Tamsil.
Pada pemaparan materi, Tamsil juga menawarkan model alternatif membuka tambak ikan dengan tetap melestarikan pohon-pohon bakau.
”Jika punya satu areal lahan, jangan semuanya dijadikan tambak. Tetapi sisakan bagian dari areal itu, apakah ditengah atau di pinggir untuk tetap menjadi hutan bakau. Ini berarti biota dan ekosistem terus dipertahankan dan tentu akan berdampak pada pruduktivitas. Selain itu, pohon-pohon bakau itu bisa menyerap emisi karbon untuk mminimlisasi panas bumi,” jelas Tamsil.
Kegiatan konservasi pesisir Pangkep ini dilakukaan lewat bantuan sosial Universitas Terbuka. Untuk tahun ini, Bansos penghijauan UT dilaksanakan di tiga tempat yakni di Jakarta, Semarang dan Makassar. Bansos penghijauan UT ini dikerjasamakan lewat empat lembaga masing-masing Yayasan Kanopi Indonesia Yogyakarta, Yapeka Jakarta, Kesemat Undip Semarang, dan JURnaL Celebes Makassar.
Untuk Sulsel, JURnaL Celebes memilih lokasi penanaman bakau di Kelurahan Tekolabbua, Kecamaan Pangkaje, Kabupaten Pangkep. Di areal muara Sungai Pangkajene dekat dengan Pelabuhan Semen Tonasa ini, rencananya akan ditanam sekitar 30.000 bibit mangrove.
Proses penanaman mangrove melibatkan peran penuh masyarakat. Masyarakat bersama murid-murid SD, SMP, SMA yang menanamnya. Proses pendampingan dan pemeliharaan mangrove pun dilakukukan secara partisipatif. Sekolah-sekolah, masyarakat dan tim JURnaL Celebes memanau dan memelihara bersama-sama hingga bibit-bibit bakau itu tumbuh dan berkembang sempurna.
Dipilihnya lokasi Kelurahan Tekolabbua karena wilayah pesisir ini kini berada di ambang kritis. Hampir semua areal mangrove telah dikonversi menjadi lahan tambak, juga pesisir pantai ini terancam abrasi dari gelombang laut selat Makassar. Selain ini, akpansi pelabuhan Semen Tonasa di wilayah pesisir ini juga akan mengancam tergrusnya ekosistem pesisir.
”Upaya konservasi ini, bukan berarti masyarakat tidak bisa bertambak. Ini adalah salah satu solusi agar masyarakat tetap punya mata pencarian dan ekosistem tetap lestari, karena kalau ekosistem rusak, tentu juga mengancam kelanjutan ekonomi masyarakat sekitarnya.
Fasilitator Lapangan, Musmahendra, menjelaskan setelah sosialisasi, akan dilanjutkan dengan persiapan lokasi, pengadaan bibit. Pengadaan bibit juga memberdayakan masyarakat dengan mengumpulkan buah mangrove di wilayah sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan penanaman perdana yang akan melibatkan banyak pihak.
Musmahendra menjelaskan lokasi penanaman mangrove termasuk pengembangan wilayah dampingan program sekolah lingkungan di Pangkep, yang sudah menerima penghargaan Adiwiyata. (Mustam Arif)