MAKASSAR, MK-Komunitas muslim yang terhimpun dalam Jamaah An-Nadzir di Kampung Mawang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, akan menjalani puasa hari pertama Ramadhan 1433 H, pada Kamis, (19/7/2012). Namun, mereka sudah berpuasa sunnah menyambut Ramadhan pada Rabu hari ini.
Jamaah yang memiliki ciri khas rambut pirang ini meyakini Ramadhan hari pertama tahun ini jatuh pada hari Kamis, setelah melakukan perhitungan pergantian bulan. Tahun-tahun sebelumnya, komunitas ini juga berpuasa mendahului umat Islam lain, dua hari sebelum jadwal yang ditetapkan pemerintah.
Jamaah An-Nadzir menggunakan metode pengamatan perpidahan bulan dari Sya’ban ke Ramadhan. Mereka menggunakan cara dengan mengukur pasang tertinggi air laut yang diperkirakan terjadi Rabu (18/7/2012 sekitar pukul 09.00 hingga pukul 11.00 Wita.
Menurut pimpinan Jamaah An-Nadzir, Ustadz Lukman Bakti, seperti diberitakan detik.com, umat muslim An-Nadzir sudah melakukan puasa sunnah, Rabu, menyambut datangnya Ramadhan.
Jamaah An-Nadzir berada di Kelurahan Mawang sekitar 1998 lalu. Kini mereka menempati lahan sekitar 8 hektar dengan bercocok tanam dan memelihara ikan. Keberadaan jamaah ini bermula dari perjalanan tablig akbar KH Syamsuri Abdul Majid, seorang mubalig dari Banjarmasin. Setelah berdakwah di berbagai daerah di Indonesia, Kiyai Syamsuri pun menetap di Sulawesi Selatan dan mendirikan Majelis Jundullah. Namun, nama ini kemudian dikomplin salah satu kelompok laskar yang juga bernama Laskar Jundullah pimpinan Agus Dwi Karna, yang saat ini masih dipenjara di Filipina.
Kiyai Syamsuri dan pengikutnya lalu sepakat mengganti nama Jundullah dengan An-Nadzir.
Kata An Nadzir berasal dari bahasa Arab yang berarti pemberi peringatan. Peringatan ini ditujukan khusus pada Jamaah An-Nadzir sendiri dan umat Islam umunya. Pengikut Jamaah An-Nadzir, selain menetap di Gowa juga tersebar di Nusantara.
KH Syamsuri meninggal tahun 2006. Ustadz Rangka berinisiatif membentuk perkampungan An-Nadzir di Kampung Mawang. Komunitas ini membentuk pola perkampungan yang unik. Jamaah An-Nadzir mendiami rumah dalam bentuk pondok yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia.
Sebagian besar pengikut An-Nadzir menggantungkan hidup dengan bertani dan memelihara ikan. Hasil pertanian dan perikanan dikumpulkan di lembaga baitul maal dan keuntungannya baru dibagikan kepada setiap anggota jamaah.
Komunitas ini memilih untuk tidak berada di keramaian kota, meskipun pemukiman mereka tidak begitu jauh dari Sungguminasa, Ibukota Kabupaten Gowa, dan sekitar 20 km dari Kota Makassar. Mereka memilih jauh dari keramaian agar khusu (konsentrasi) melaksanakan perintah Allah dan menjadi ahlulbait Nabi Muhammad. Mereka meyakini tanda-tanda akhir zaman akan segera tiba. Di antara tanda akhir zaman yang disebut oleh Rasulullah, adalah dengan umatnya akan terasing dari umat manusia lainnya.
Kaum pria An-Nadzir memiliki ciri khas rambut pajang berwarna pirang dengan jubah hitam dan surban.Sedangkan kaum wanita mengenakan jilbab besar disertai kain cadar penutup muka.
Dalam menentukan waktu shalat siang hari, Jamaah An Nadzir menggunakan alat pengukur bayangan matahari yang diberi waterpass. Alat jam hanya digunakan jika tidak ada sinar matahari saat hujan atau mendung. (Mustam Arif)