Tongketongke, sebuah kawasan konservasi pohon bakau yang terkenal di Sulawesi Selatan. Tempat yang kini menjadi sarana wisata ini ditempuh kurang lebih lima jam dari Makassar, dan sekitar 20 menit dari Ibukota Kabupaten Sinjai.
Masyarakat Desa Tongketongke, Kecamatan Sinjai Timur dengan susah-payah menyembahkan potensi ini sehingga pada 1995, mereka meraih hadiah Kalpataru, penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup di Indonesia.
Kini, Tongketongke selalu tak sepi pengunjung. Kawasan di ujung selatan Sulawesi Selatan yang berhadapan dengan hamparan laut Selat Makassar ini selain menjadi tempat rekreasi lingkungan hidup dan konservasi, juga menjadi objek… penelitian dari berbagai negara.
Hutan bakau (mangrove) Tongketongke terangkai dari cerita panjang tentang masyarakat di sebuah dusun bernama Tongketongke sebelum dimekarkan menjadi satu desa. Berhadapan dengan laut lepas perairan selatan Sulsel, Tongketongke yang hampir seluruh penduduknya adalah nelayan, tak kunjung dirundang problem ambrasi. Setiap tahun terutama di musim angin barat, bermeter-meter pesisir kawasan ini ditelan pengikisan air laut.
Berbagai upaya dilakukan masyarakat. Mereka membentengi pesisir Tongketongke dengan timbunan batu karang dan tanah. Namun, tetap tidak bisa teratasi. Suatu ketika, masyarakat Tongketongke menyadari, bila terus mengandalkan batu karang, dampaknya adalah rusaknya terumbu karang , yang juga akan berpengaruh pada berkeuruangnya populasi ikan.
Tanpa ada program pemerintah, inisiatif menemami bakau di pesisir Tongketongke tercetus dari masyarakat. Pada awal 1980-an Kepala Dusun Tongketongke, Baharuddin dan seorang remaja Zainuddin bersama Haji Tayeb, Abdul Razak, Sirajuddin, Haji Usman, Petta Pala dan Dalle, serta Safruddin bersepakat membentuk sebuah kelompok masyarakat yang diberi nama ACI (Aku Cinta Indonesia). Kelompok ini diketuai Baharuddin dan Zainuddin sebagai sekretaris.
ACI mulai memobilisasi masyarakat Tongketongke untuk menanam pohon bakau. Berbekal pengetahuan seadanya yang diperoleh dari literarutur yang sangat terbtas, upaya memproteksi pesisir Tongketongke dari hantaman ombak dimulai. Bibit diperoleh dari buah-buah bakau yang diambil dari sedikit kawasan bakau di Tongketongke dan sekitarnya.
Namun, upaya ini tidak berjalan mulus. Sebagian masyarakat Dusun Tongketongke dan dusun-dusun sekitarnya di kawasan pantai Sinjai Timur menentang penanaman pohon bakau, dengan alasan akan menghalangi pendaratan perahu para nelayan.
Meski demikian, Baharuddin dan Zainuddin serta teman-temannya tak putus asa. Kelompok ACI berusaha memberi penyadaran kepada masyarakat bahwa hanya pohon bakaulah yang bisa melindungi Dusun Tongketongke dari pengikisan air laut. Selain itu, masyarakat juga diberi pemahaman bahwa hutan bakau juga menjadi tempat membiaknya ikan-ikan. Masyarakat juga diberi tahu bhwa bakau justru bisa menambah daratan dalam waktu yang lama.
Inisiatif ACI perlahan-lahan membuahkan hasil. Masyarakat mulai sadar dan berpartisipasi menanam pohon bakau. ACI membentuk kelompok-kelompok penanaman bakau yang kemudian terjadi kompetisi menanam dan memelihara bakau antarkelompok.
Sekitar 10 tahun kemudian, pesisir Tongketongke telah menjelma menjadi kawasan hutan bakau yang sumbur. Sekitar 50 meter dari bibir pantai telah ditutupi bakau. Kini pesisir Tongketongke tak lagi tergerus air laut, malah perlahan-lahan bertambah. Dusun Tongketongke juga kini terlindung dari hempasan angin keras dari arah laut yang sebelumnya kerap merusak rumah penduduk. Tahun 1995, inisiatif masyarakat Tongketongke membuahkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Indonesia, yang diterima dari tangan Presiden Soeharto oleh Haji Tayeb.
Meskipun pohon-pohon bakau ini ditanam sangat rapat, tetapi ada koridor yang kemudian dibanguni jembatan setapak yang menghubungkan tempat-tempat tertentu, serta koridor tempat tambatan perahu-perahu nelayan. Jika masuk ke hutan bakau, pengunjung menyusuri hutan bakau yang eksotis dalam suasana nyaman melalui jembatan koridor itu.
Pemerintah Kabupaten Sinjai kemudian menjadikan Tongketongke sebagai objek wisata. Beberapa fasilitas dibangun pemerintah daerah, di antaranya jembatan koridor dan rumah-rumah serta gazebo tempat beristirahat.
Perlahan-lehan Tongketongke mulai terkenal, bukan hanya di Sulawesi Selatan. Berulangkali peneliti dari luar negeri, terutama dari Jepang menjadikan objek penelitian, bukan hanya untuk bidang konservasi dan lingkungan hidup, tetapi juga tentang sosial-masyarakat sekitarnya. Kawasan ini juga kemudian diperkuat dengan pemberdayaan berbagai LSM, di antaranya Yayasan Tumbuh Mandiri Indonesia, sebuah LSM lokal di Makassar.
Hutan bakau Tongketongke selain membentengi pesisir, juga menjadi rumah untuk membiaknya berbagai jenis ikan serta biota-biota laut. Di lumpur akar-akar bakau, menjadi basis pembiakan kepeting yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, rimbunan bakau Tongketongke pun dihuni kelelawar yang juga menambah pendapatan masyarakat. (Mustam Arif)