Masih ingat malapetaka Tempat Penampungan Akhir (TPA) Sampah di Leuwigajah longsor pada tanggal 21 Februari 2005, yang menelan ratusan korban jiwa terkubur sampah ketika gunung sampah tiba-tiba longsor.
Lalu disusul dengan Bandung Lautan Sampah (2006), ini semua berawal dari rendahnya kesadaran warga Bandung dan kacaunya pengelolaan sampah Kota Bandung, timbunan sampah menggunung di pinggir jalan, di tempat umum, menyebar bau busuk dan mengundang lalat yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Apa yang terjadi di Bandung, bukan tidak mungkin bisa menimpah kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Apalagi jumlah penduduk Jakarta termasuk terpadat di dunia dan terus bertambah, yang pasti akan berpengaruh signafikan pada penggunaan kantong plastik. Berdasarkan data yang dihimpun diacara Green Festival, konon setiap harinya warga Jakarta menghasilkan 6.000 ton sampah, dalam seminggu sampah warga Jakarta bisa memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
Sampah kantong plastik merupakan salah satu jenis sampah yang perlu mendapat perhatian. Mengingat pola hidup masyarakat modern dan serba ‘instan’ yang mendorong tingginya tingkat konsumsi kantong plastik di masyarakat. Sampah kantong plastik bila tidak dikendalikan akan membawa dampak yang berbahaya bagi lingkungan seperti plastik sulit terurai, dibutuhkan waktu hingga 1000 tahun agar plastik dapat terurai secara sempurna di tanah.
Plastik yang terurai di tanah tersebut dapat mencemari tanah dan air tanah. Selain itu, kantong plastik yang dibakar akan menghasilkan asap yang mengandung dioksin, salah satu senyawa yang beracun dan berbahaya bagi kesehatan. Dan sampah kantong plastik yang dibuang tidak pada tempatnya akan menyebabkan banjir karena menyumbat saluran air, tanggul, mencemari perairan, dan sebagainya.
Terlebih lagi sekitar 500 juta hingga 1 milyar kantong plastik digunakan di dunia setiap tahunnya. Jumlah yang sangat fantastis, mengingat lebih dari 17 milyar kantong plastik juga dibagikan secara gratis di seluruh dunia setiap tahunnya!
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Greeneration Indonesia, sebuah komunitas lingkungan di Bandung yang konsen pada upaya daur ulang sampah melaporkan, jumlah pemakaian kantong plastik per orang per tahun sekitar 350 lembar. Bila jumlah tersebut dikumpulkan dalam satu tempat, banyaknya dan bahayanya benar-benar menakutkan bak Monster Kresek yang tercipta akibat prilaku warga bumi yang masih menggunakan kantong plastik secara berlebihan.
Sampah kantong plastik juga berperan dalam fenomena pemanasan global karena menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di atmosfer. Alur perjalanan plastik dari proses produksi hingga pembuangannya membutuhkan sekitar 11 juta barrel minyak mentah dengan kandungan gas alam dan bahan bakar minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya.
Hanya 1 persen yang kemudian bisa didaur ulang baru akan terurai dalam 500- 1.000 tahun. Sekitar 3 persen plastik di dunia berakhir sebagai sampah yang terapung-apung di laut yang kemudian akan membunuh mahluk laut yang tak sengaja memakannya. Karenanya kita harus berpikir ulang untuk menggunakan sampah plastik, setidaknya kita mengurangi penggunaan plastik.
Mungkin sebaiknya kita mengikuti saran M. Bijakasana, Junerosano, ST, Koordinator Greeneration Indonesia yang selama ini aktif mempromosikan ‘Diet Kantong Plastik’
Cara ‘Diet Kantong Plastik’ antara lain:
- REDUCE (PENGURANGAN) yaitu dengan meminimasi (mengurangi) pemakaian kantong plastik terutama ketika berbelanja. Barang belanja dapat kita bawa dengan mempergunakkan tas pribadi atau kantong khusus dari bahan non-plastik yang dapat dipakai berulang-ulang.
- Perilaku REUSE (PENGGUNAAN KEMBALI) dilakukan jika pemakaian kantong plastik tidak dapat dihindari, maka kantong plastik yang telah dimiliki dapat digunakan kembali sehingga tidak terus menambah sampah (kantong) plastik yang dibuang ke lingkungan.
- Sedangkan untuk RECYCLE (PENDAURULANGAN) dapat dilakukan dengan mengoptimalkan serta mendorong kegiatan pendaurulangan kantong plastik yang berjalan di masyarakat. Mudah dilakukan, bukan? (Marwan Azis)